Hari Bebas Kendaraan

Ide yang bagus, cukup brilian untuk menjawab problem yang selama ini selalu menjadi alasan ketidaknyamanan ketika masyarakat menggunakan jalan raya.

Mudah-mudahan ide ini tidak hanya sesaat dan sekedar lewat. Ide mungkin ini bisa diteruskan dengan lahirnya sebuah kebijakan, kalau memang lebih bernilai positif.

Sebuah kebijakan yang baik tanpa harus merasa ada yang yang dikorbankan. Kebijakan yang benar-benar bisa dijalankan.

Untuk itu hal yang perlu diingat, biasanya ketika sebuah kebijakan muncul pastilah nanti akan timbul pro dan kontra. Jadi disaat kebijakan diterbitkan haruslah dipikirkan bagaimana antisipasi terbaik untuk meredamnya.

Entah bagaimana solusinya, pastilah para pemikir kita sudah tahu apa jalan keluarnya. Atau boleh juga dan harus mulai dicoba, ketika sebuah kebijakan diterbitkan datangnya dari masyarakat.

Masyarakat diminta pendapatnya seperti apa, baru dari hasil yang didapat diolah oleh para ahli jalan keluarnya seperti apa.

Mencari Presiden Peduli Lansekap

“Landscape Hacker” dan “Landscape Cracker”

Arsitek Lansekap Untuk Wakil Rakyat

Pesan dari seorang sahabat
Buat temen-temen calon wakil rakyat dari Arsitekur Lansekap, selamat berjuang….mudah-mudahan usaha kalian selama ini dikabulkan oleh Sang Maha Kuasa. Apa yang telah kalian lakukan InsyaAllah akan berbuah manis….
Diriku sebagai sesama Arsitek Lansekap hanya bisa berpesan buat temen-temen terbaikku, apabila nanti terpilih janganlah berpikir untuk hal-hal yang bersifat negative dan merugikan rakyat.
Bawalah nama almamater dan profesi untuk tujuan baik. Berjuanglah dengan hati ketika terpilih mewakili rakyat. Embanlah amanah dengan nurani.
Tolong sebagai Arsitek Lansekap, perjuangkanlah issue lingkungan dengan berani. Jangan sampai ketika terjadi musibah karena lingkungan, kalian baru teriak seperti “pahlawan kesiangan”.
Lebih bagus kalian tidak menjadi pahlawan yang hanya sebatas di media, namun setelah itu hilang. Jadilah pahlawan tak dikenal tapi bisa memberi kontribusi maksimal. Apalah artinya jadi pahlawan tapi bertentangan dengan hati kecil kalian.
Sebagai seorang Arsitek Lansekap kalian selalu identik dengan warna hijau. Jadi tolong mata kalian jangan sampe hijau ketika sudah jadi wakil rakyat.
Kalaupun seorang wakil rakyat katanya adalah seorang pejabat, janganlah merasa jadi pejabat. Kalaupun orang lain menganggap kalian pejabat biarlah orang bicara. Tapi tolong sekali lagi jangan sampai jadi penjahat. Karena antara pejabat dan penjahat perbedaannya bisa sangat tipis.
Pejabat bukan Penjahat….
Jadilah anggota Dewan……dan jangan sampai jadi anggota HEWAN…
Jadilah benar-benar seorang Arsitek Lansekap dan jangan jadi Arsitek Kehancuran…..

….“Tsunami Kecil” Situ Gintung…..Keprihatinan….Kesempatan…


Musibah yang terjadi pada jumat dini hari lalu, meninggalkan banyak duka dan cerita. Kejadian yang sangat begitu cepat dan tiba-tiba. Mungkin bisa disamakan dengan tsunami walaupun skalanya lebih kecil. Warga yang tinggal dan bermukim disekitar situ itu tentu kaget, bingung dan panic mendapati dirinya sudah berada dalam genangan air bah yang sangat besar.

Mereka tidak sempat untuk bersiap-siap menyelamatkan diri lagi. Mereka mungkin hanya berpikir dan berusaha untuk mencari lokasi aman. Berusaha menjauh dan berharap musibah ini segera cepat berakhir.

Disebut tsunami kecil karena kejadiannya mirip dengan tsunami yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Musibah yang terjadi karena factor utamanya adalah air dengan kejadian yang sangat cepat. Cuma mungkin yang membedakan dengan tsunami adalah awal penyebabnya. Seperti diberitakan bahwa jauh hari sebelum musibah ini terjadi, sudah banyak laporan dari masyarakat tentang kondisi situ yang sudah tua dan mengkhawatirkan.

Tapi apa yang mereka laporkan tidak didengar sedikitpun oleh pihak terkait. Mereka Cuma bilang kalau factor biaya yang selalu menjadi alasan. Ketika musibah benar-benar terjadi barulah saling tuding siapa yang bertanggungjawab.

Dan kalau memang benar sebelumnya ada laporan tentang kondisi waduk tersebut, kita seharusnya miris. Kok pejabat kita ga ada yang prihatin mendapat laporan yang akibatnya dikemudian hari sangat membahayakan. Saat itu para pejabat kita hanya berpikir ga mungkin akan terjadi sesuatu musibah yang terjadi seperti sekarang ini.

Dimana tanggungjawab mereka? Atau kepedulian mereka sudah habis?

Baru setelah kejadian, semuanya pada teriak prihatin, bersuara tentang kepedulian dan berceloteh bahwa ini kemanusiaan.

Belum lagi momen ini dimanfaatkan oleh para calon wakil rakyat kita untuk menarik simpati dengan membawa sejuta alasan kemanusiaan. Mengambil kesempatan agar dikenal dermawan dan memiliki jiwa kepedulian social yang tinggi. Okelah..mudah-mudahan alasan itu benar. Tapi yang mungkin membingungkan adalah kok baru sekarang memiliki jiwa yang suci itu.

Bagi para calon wakil rakyat yang baru, mungkin alasan itu bisa dibenarkan. Tapi bagi wakil rakyat yang sekarang lagi eksis dan berusaha untuk mencalonkan diri lagi, kemana aja selama ini. Kan katanya tugas wakil rakyat untuk memantau jalannya pemerintahan dan pembangunan, mendengarkan keluhan rakyatnya. Apakah mereka tidak tau, lupa, ndak mau tau atau yang sejenisnya.

Atau jangan-jangan memang benar kalau musibah ini merupakan sebuah kesempatan dengan mencoba untuk prihatin agar bisa menarik simpati…..

Kesempatan…kesempatan…dan kesempatan… adalah mahal harganya kata orang bijak…

Kalau saja kesempatan warga waktu melaporkan tentang kondisi waduk ditanggapi dengan sebuah keprihatinan….insyaAllah…kejadian ini bisa dihindari. Memang musibah ada yang mengatur, tapi kan ga ada salahnya kalau kita berusaha. Paling tidak ada kesempatan untuk mencegah, kesempatan untuk memperbaiki, kesempatan terhindar dari bahaya. Dan yang jelas kesempatan untuk bertanggungjawab dan mengabdi terhadap amanah dari rakyatnya bagi para pejabat.

Tapi yang jelas dengan musibah ini, kita masih diberikan kesempatan dari Sang Maha Kuasa untuk sadar dan berpikir jangan menyia-nyiakan kesempatan. Serta tetap harus prihatin terhadap apapun. Ya paling nggak seperti kata pepatah klasik bahwa kejadian ini pasti ada hikmahnya….Amiinnnn….

Senin, 2009 Maret 30 – 04:07

Salah…menyalahkan..tanggung jawab…..siapa???

.....Musibah Situ Gintung.....

Musibah sudah terjadi, kita harus menerima dengan sabar dan tabah menerima ujian yang ada. Cobaan harus kita terima dengan ikhlas dan kita harus bangkit dengan jiwa tetap optimis…Amiinnn..

Belum hilang dari ingatan kita, beberapa waktu lalu kita dikejutkan dengan musibah tsunami yang terjadi di Aceh. Musibah yang maha besar yang telah memporak-porandakan kota Aceh dan sekitarnya. Disaat kita sudah sedikit melupakan bahkan mungkin sengaja dilupakan, tiba-tiba kita dikejutkan lagi dengan berita adanya musibah lagi. Musibah yang hampir sama dengan kejadian tsunami, suatu musibah yang datangnya secara mendadak dan tanpa ada siapapun yang tau bakal terjadinya musibah.

Disaat warga terlelap dalam mimpi, tiba-tiba air telah menghanyutkan mereka. Tidak ada persiapan apapun, mungkin juga tidak ada firasat, secara mendadak mereka sudah berada di genangan air. Benar-benar bukan sebuah mimpi, tapi kenyataan yang harus mereka terima.

Jumat dini hari Situ Gintung jebol. Tanggul yang selama ini menjadi pembatas antara situ dan permukiman penduduk ambruk.

Situ Gintung menelan korban yang jumlahnya tidak sedikit. Puluhan korban meninggal, puluhan korban luka dan puluhan korban hilang belum ditemukan. Semua kehilangan sanak saudara, kehilangan tempat tinggal dan kerugian-kerugian sudah tak terhitung jumlahnya.

Situ Gintung mendadak jadi bahan berita dan bahan pembicaraan dimana-mana. Selama ini Situ Gintung mungkin hanya dikenal oleh penduduk sekitar atau mereka yang pernah lewat dan mengunjungi Situ Gintung.

Musibah Situ Gunung telah mengingatkan kita untuk sadar dan mawas diri bahwa kekuatan alam jangan dianggap remeh dan enteng. Terutama bagi pemerintah selaku penanggungjawab. Apalagi saat ini semuanya pada sibuk dengan membanggakan diri berkampanye berteriak demi rakyat.

Paling tidak adanya musibah ini dapat menjadi “pesan moral” bagi para calon anggota wakil takyat kita dan para calon pemimpin-pemimpin kita. Bagaimana mengantisipasi dan mencari solusi terbaik terhadap kemungkinan datangnya musibah dan mencegah terjadinya musibah (baca=kalau terjadi karena factor kelalaian manusia). Jangan hanya asal teriak musibah karena factor alam yang kurang bersahabat.

Pasca jebolnya Situ Gunung meninggalkan pekerjaan rumah yang tidak sedikit bagi pemerintah. Sementara bagi kita dengan jebolnya Situ Gunung juga meninggalkan beberapa pertanyaan kepada pemerintah, yang seharusnya pertanyaan itu tidak perlu dipertanyakan!?!?

Apakah pemerintah lupa dengan keberadaan waduk Situ Gunung? Apakah pemerintah tidak mampu untuk mengelola waduk? Apakah waduk tidak masuk dalam rencana pembangunan? Apakah waduk Situ Gunung bukan sesuatu yang menguntungkan secara pembangunan ke depan? Atau apakah waduk Situ Gunung kurang menguntungkan “secara pribadi” bagi oknum-oknum tertentu? Tapi yang jelas pemerintah tidak mau mendengar keluhan dari rakyatnya?

Menurut informasi yang ada, disebutkan bahwa warga disekitar sudah seringkali mengingatkan kepada pemerintah tentang kondisi Situ Gunung. Warga “ngeluh” tentang bahaya yang sewaktu-waktu bisa datang dan mengancam nasib mereka akibat dari kondisi Situ Gunung. Belum lagi dari factor umur bangunan situ, yang sudah tua karena dibangun sejak jaman Belanda.

Kita sebagai orang awam otomatis bingung, sebenarnya sih apa yang dikerjakan oleh pemerintah kita selama ini?

Katanya perencanaan sudah disusun dengan baik dan benar dengan refrensi yang menurut mereka benar. Berbagai studi sudah dilaksanakan untuk mendukung perencanaan dan kepentingan pembangunan. Bahkan studi banding ke berbagai Negara yang menurut mereka layak untuk dijadikan bahan perbandingan sudah dilaksanakan dengan biaya yang jumlahnya tidak sedikit.

Tapi apa hasil yang didapat dari mereka?!?! Apa hasil dari studi dan perencanaan yang sudah dibuat? Dimanakah perencanaan itu berada?

Semua akhirnya berujung-ujung hanya berupa wujud setumpuk laporan yang tidak berguna. Setumpuk laporan yang isinya kita tidak tahu apakah bener atau salah? Setumpuk laporan yang ketika diaplikasikan akan sesuai apa tidak dengan kondisi alam kita? Atau setumpuk laporan yang hanya untuk menghabiskan anggaran?????

Kembali ke musibah yang terjadi dengan Situ Gunung, apakah kita layak hanya saling tuding, saling menyalahkan siapa yang seharusnya bertanggungjawab terhadap musibah yang terjadi. Tanggungjawab siapa yang harus “menanganin” korban yang jumlahnya tidak sedikit. Tanggungjawab terhadap kerugian material yang sudah timbul. Tanggungjawab siapa yang akan melaksanakan pembangunan pasca musibah. Dan sebuah tanggungjawab “kesalahan” yang sudah terjadi selama ini?????

Kalau dalam hal penanganan korban bisa saja tanggungjawab ditanggung bersama. Atau juga bisa saja (seolah-olah) melepas tanggungjawab seperti kalimat yang dilontarkan para pejabat yang kita lihat di tayangan televise. Tapi kalau menyangkut kesalahan yang berakibat munculnya musibah siapa yang akan bertanggungjawab? Dan alasan apa yang akan muncul sehingga seolah-olah bisa lepas dari tanggungjawab??!! Dan siapa yang akan menjadi “kambing hitam” dari timbulnya musibah Situ Gunung???????

Musibah tsunami yang terjadi dia Aceh mungkin benar-benar karena factor alam. Musibah banjir di beberapa daerah bisa saja pemerintah kita berdalih, dengan alasan yang sengaja dibuat-buat bahwa banjir terjadi karena intensitas hujan yang tinggi. Tapi kalau musibah di Situ Gintung apalagi yang akan dijadikan alasan oleh pemerintah kita? Apakah musibah yang terjadi di Situ Gunung, pemerintah kita juga akan memberikan alasan karena factor alam juga.

Memang jebolnya Situ Gunung karena factor alam yang dalam hal ini air yang menjadi penyebab utama. Tapi kita juga jangan lupa bahwa kondisi waduk yang sudah memprihatinkan, juga menjadi salah satu factor terjadinya musibah.

Janganlah kita selalu menyalahkan alam yang kurang bersahabat!!!

Tapi kita yang tidak mau bersahabat dengan alam!!!

Alam akan menjadi sahabat kita, kalau kita bisa memperlakukan alam dengan baik dan bijaksana!!!!

Dan InsyaAllah musibah ini mungkin juga tidak terjadi kalau pemerintah tanggap dengan laporan-laporan yang sering dilontarkan para warga. Atau kalaupun musibah ini harus terjadi, paling tidak bisa diantisipasi lebih dini. Sehingga korban dan kerugian yang mungkin timbul bisa diminimalkan.

………….”Se-1.000.000 (sejuta) “Lavender”……….




………….”Se-1.000.000 (sejuta) “Lavender”……….

Musim hujan telah tiba, suka tidak suka kita harus menerima kehadirannya dengan lapang dada…Bagi sebagian orang datangnya “musim hujan” adalah suatu anugerah “Ilahi”..atau…”berkah”….tapi bagi sebagian orang mungkin sebuah hal yang “dilematis”. Bukannya menolak hadirnya musim hujan…tetapi mereka dengan penuh perasaan”was-was” dan “khawatir”, berpikir untuk menjawab segudang pertanyaan klasik yang harus mereka pecahkan.

Apakah musim hujan akan mendatangkan musibah”banjir?”, apakah musim hujan akan mengganggu aktivitas rutin mereka? atau musim hujan akan mendatangkan berbagai macam penyakit?!?

Bagi masyarakat Jakarta terutama yang berdomisili disekitar alur Kali Ciliwung mungkin dengan datangnya musim hujan, mereka bersiap-siap untuk menerima datangnya banjir. Entah banijr karena "intensitas hujan tinggi", yang berakibat meluapnya Kali Ciliwung, atau juga karena “banjir kiriman” dari Bogor.

Ok, Kita lupakan hal banjir yang mungkin para pakar sudah memikirkannya. Untuk sejenak, kita pikirkan hal yang sangat penting yang harus kita pecahkan bersama. Setiap kali musim hujan selalu berbarengan dengan munculnya penyakit “demam berdarah”. Demam berdarah menyerang siapa saja, tidak peduli apakah itu berasal dari kalangan pejabat, pengusaha atau rakyat biasa. Mungkin segala cara telah dicoba untuk mengurangi dampak yang diakibatkan mewabahnya penyakit demam berdarah.

“Rumah sakit” dengan “tim dokter” nya berusaha untuk “melayani dengan penanganan terbaik” agar pasien yang terkena demam berdarah dapat segera cepat sembuh. Para Petugas Penyuluh Kesehatan “tak henti-hentinya” untuk memaparkan bahaya dan dampak demam berdarah berikut cara pencegahannya. Bagi pihak-pihak terkait, apakah dari Kelurahan, dari Petugas RW atau dari pihak RT berupaya dengan teknik “fogging” atau pengasapan dari rumah ke rumah beserta lingkungannya, pemberantasan sarang nyamuk dan berbagai cara lainnya…

Tapi dari berbagai cara yang sudah ditempuh, mungkin ada “satu pertanyaan” yang menggelitik pikiranku atau dapat dikatakan sebuah ide konyol dan sok-sok an. Ketika muncul kalimat hijau, lingkungan, “global warming” atau apalah yang semua pada latah untuk mengusulkan atau melaksanakan “Gerakan Sejuta Pohon”. Semua berusaha dan turun ke lapangan untuk mengaplikasikan apa yang mereka lontarkan. Apakah hal tersebut hanya sekedar latah ataupun juga bagian dari sebuah “trend”?

Berangkat dari sepenggal kalimat “Gerakan Sejuta Pohon” itulah, akan mungkinkah ada suatu “Gerakan Penanaman Sejuta Tanaman Bunga Lavender”. Atau namanya mungkin bukan sebuah gerakan tetapi semacam "anjuran dan himbauan" untuk bersama-sama menanam Bunga Lavender di setiap rumah beserta lingkungannya. Atau bisa semacam "kewajiban" terhadap siapapun, mengingat kegunaan tanaman lavender sangat bagus untuk mengurangi dampak penyebaran demam berdarah.

Beberapa hal keistimewaan tanaman Bunga Lavender:
  • Pada abad ke-14 di Eropa Lavender digunakan menangkal wabah penyakit yang sedang melanda.
  • Pengusir nyamuk
  • Bunga lavender merupakan bahan baku 'lotion' antinyamuk
  • Aromaterapi
  • Menu masakan
  • Obat memar
  • Bunga berwarna ungu, berukuran kecil sangat menarik untuk dijadikan penghias rumah, halaman dan lingkungan


Mengingat begitu banyaknya manfaat Bunga Lavender apakah kita tidak tergugah untuk bersama-sama menanam bunga lavender di rumah kita dan di lingkungan sekitar kita tinggal. Atau kalau kita mempunyai lahan agak luas kita "membudidayakan Bunga Lavender!!!!!"

Minggu 2009-03-15 05:17


sumber:
http://siegethetower.blogspot.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Lavender
http://www.republika.co.id/berita/25269/Bunga_Lavender_Efektif_Usir_Nyamuk